English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sebuah Perjalanan

↑ Grab this Headline Animator





Promote Your Blog

Metode Tafsir Dalam Islam

Secara umum ada dua metode tafsir dalam Islam. Pertama, tafsir bir riwayah dan kedua tafsir bir ra'yi. Kita akan bahas satu persatu.
 1. Tafsir bir riwayah
Maksudnya adalah tafsir yang dalam memahami kandungan ayat al-Qur'an lebih menitikberatkan pada ayat al-Qur'an dan riwayat hadis. Isi tafsir dengan metode ini penuh dengan riwayat hadis dan jarang sekali pengarang tafsir tsb menaruh pemikirannya. Tafsir at-Thabari misalnya dianggap mewakili corak poenafsiran model ini.
Yang paling baik dari tafsir jenis ini adalah mufassir yang menggunakan ayat qur'an untuk menafsirkan ayat Qur'an yang lain. Atau dalam ungkapan bahasa arab disebut "Al-Qur'an yufassiruhu ba'dhuhu ba'dhan" (al-Qur'an itu menafsirkan sebagian ayatnya dengan sebagian ayat yang lain).
 Dari model tafsir bir riwayat dikelompokkan lagi dua macam bentuk penafsirannya:
a. tafsir at-tahlili, artinya mufassir (ahli tafsir) memulai kitab tafsirnya dari al-Fatihah sampai surat an-nas. Ia uraikan tafsirnya menurut urutan surat dalam al-Qur'an. Semua kitab tafsir klasik mengikuti model ini.
b. Tafsir maudhu'i (tematis), artinya mufassir tidak memulai dari surat pertama sampai surat ke-114, melainkan memilih satu tema dalam al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut. Ambil contoh, kita ingin tahu apa makna Islam dalam al-Qur'an. Maka kita himpun semua ayat yang berisikan kata Islam (dan segala derivasinya) lalu kita tafsirkan. Jadi, tafsir model ini bersifat tematis. Konon metode seperti ini dimulai oleh Muhammad al-Biqa'i. Dari kalangan Syi'ah yang menganjurkan metode model ini adalah Muhammad Baqir as-Shadr. Pak Quraish Shihab adalah ahli tafsir Indonesia yang pertama kali memperkenalkan metode ini dalam tulisan-tulisannya di tanah air. Bukunya Wawasan al-Qur'an berisikan tema-tema penting dalam al-Qur'an yg dibahas dengan metode maudhu'i ini.

2. Tafsir bir ra'yi.
Dari namanya saja terlihat jelas bahwa tafsir model ini kebalikan dengan tafsir bir riwayah. Ia lebih menitikberatkan pada pemahaman akal (ra'yu) dalam memahami kandungan nash. Tetap saja ia memakai ayat dan hadis namun porsinya lebih pada akal. Contoh tafsir model ini adalah Tafsir al-kasysyaf karya Zamakhsyari dari kalangan Mu'tazilah, tafsir Fakh ar-Razi, Tafsir al-Manar. de el el
 Kalau mau dipilah lagi maka tafsir model ini bisa dibagi kedalam:
a.     tafsir bil 'ilmi (seperti menafsirkan fenemona alam dengan kemudian merujuk ayat Qur'an)
b.    tafsir falsafi (menggunakan pisau filsafat utk membedah ayat Qur'an)
c.     Tafsir sastra. Lebih menekankan aspek sastra dari ayat al-Qur'an. Model tafsir ini pada masa sekarang dikembangkan oleh Aisyah Abdurrahman (dia perempuan lho) atau terkenal dengan nama Bintusy Syathi. Alhamdulillah karya Bintusy Syathi ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
 Sebagai catatan, untuk kajian modern sekarang, sesungguhnya penggolongan secara kaku dan ketat tafsir bir riwayah dan bir ra'yi itu tak lagi relevan. Seperti tafsir-nya Bintusy Syathi setelah saya simak ternyata penuh dengan kandungan ayat Qur'an untuk memahami ayat lain. Begitupula tafsir al-Manar, pada sebagian ayatnya terlihat keliberalan penulisnya tapi pada bagian ayat lain justru terlihat kekakuan penulisnya. Tafsir model maudhu'i (tematis) juga tak bisa secara kaku dianggap sebagai tafsir bir riwayah semata.
Lalu yang mana metode tafsir yang terbaik? Kitab tafsir mana yang paling baik?
Syeikh Abdullah Darraz berkata:"Al-Qur'an itu bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut manapun tetap memancarkan cahaya. Kalau saja anda berikan kesempatan pada rekan anda untuk melihat kandungan ayat Qur'an boleh jadi ia akan melihat lebih banyak dari yang anda lihat."
Jadi? Tak usah khawatir mana yang terbaik....Semua metode tafsir bertujuan menyingkap cahaya al-Qur'an.

Wahabi Bukan Sebuah Mazhab!

Wahabi didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Pendiri Wahabi ini merupakan murid Ibn Qayyimal-Jauziyah. Ibn Qayyim sendiri merupakan murid Ibn Taimiyah. Ibn Taimiyah adalah pemuka mazhab Hanbali.
Dari silsilah seperti itu, kita tahu bahwa sebenarnya pendapat ataupun kalau boleh disebut ajaran Wahabiitu sebenarnya bersumber dari mazhab Hanbali. Imam Ahmad bin Hanbal terkenal sebagai Imam mazhab yang cukup ketat berpegang pada nash. Jarang sekali ia memainkan unsur logika dalam membahas suatu nash.Tak heran banyak kalangan yang mempersoalkan posisi Imam Ahmad. Beliau dianggap bukan ahli fiqih. Beliau hanya menyusun kitab hadis yang sistematika babnya disusun menurut bab dalam ilmu fiqh. Kalaupun ia dianggap ahli hadis, ternyata kitab Musnad-nya tidaklah termasuk dalam "kutubus sittah" (enam kitab hadis terkemuka). Jadi, sebagai ahli fiqih ia diragukan, dan sebagai ahli hadis pun juga layak dipertanyakan.
Akan tetapi, terlepas dari kontroversi akan ketokohan Imam ahmad, yang jelas dari sisi penganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah beliau berjasa besar dalam mempertahankan aqidah islamiyah. Imam Ahmad dalam ilmu kalam dikelompokkan sebagai penganut paham salafiyah; sebuah paham yang sebenarnya banyak berbeda dengan paham Asy'ariyah (yang diikuti di Indonesia itu).
 Dari sini kita sudah bisa menangkap bahwa Muhammad bin Abdul wahhab, pendiri Wahabi itu, sudah punya beban sejarah yang kontroversial, karena guru dari gurunya sendiri juga dianggap kontroversial. Dari sini pula kita bisa mengerti mengapa Muhammadiyah dan NU terlihat sangat susah untuk "bertemu". NU mengambil paham Asy'ariyah sedangkan Muhammadiyah, yang terpengaruh Wahabi, lebih cenderung pada paham Salaf.
Dari sini kita bisa pula mengerti mengapa pesantren tradisional di Indonesia tidak mengajarkan kitab Ibn Taimiyah (pemuka mazhab Hanbali), bahkan banyak yang masih mengkafirkan Ibn Taimiyah di Indonesia. Kita bisa pula memahami, bahwa salah satu akar keberatan banyak ulama terhadap pemikiran Cak Nur adalah karena Cak Nur juga sangat sering (bahkan terlalu sering) mengutip Ibn Taimiyah dalam tulisannya.
 Tapi, apakah Wahabi itu sebuah mazhab? Saya cenderung berpendapat bahwa Wahabi itu kedudukannya sama dengan Muhammadiyah atau NU, Persis atau malah Isnet:)
Wahabi hanyalah kelompok (harakah) biasa atau sebut saja semacam organisasi. Wahabi tak memiliki pendapat sendiri, karena ia sepenuhnya mengikuti mazhab Hanbali. Sama dengan NU yang tak bisa kita anggap sebagai mazhab tersendiri, karena NU merupakan organisasi yang pada hakekatnya banyak berpegang pada mazhab Syafi'i. Sayangnya, Wahabi juga memasuki wilayah politik sehingga perbedaan kelompok ini dengan para ulama lainnya cukup diwarnai "perseteruan politik". Kalimat terakhir ini juga merupakan alasan "kontroversial"-nya Wahabi.

Sekilas Soal Mazhab

Mazhab sebenarnya mempunyai dua arti yaitu pendapat dan/atau metode. Sayangnya, umat Islam menganggap mazhab ini sebagai "organisasi" yang kalau sudah masuk ke sana tidak boleh keluar lagi dan tidak boleh mencampuradukkan keanggotan dalam "organisasi" tersebut.
 Dengan demikian kata-kata "apakah setiap orang harus bermazhab" harus dibaca "apakah setiap orang harus memiliki pendapat dan/atau metode dalam Islam?" Tentu saja tidak harus! Orang awam tidak harus bermazhab. Orang awam bebas memilih pendapat mana saja yang ia sukai. Kaidah mengatakan al-aami la mazhaba lahu (orang awam itu tidak bermazhab)
Soal pindah-pindah mazhab, sebenarnya kita harus membedakan antara:
a. mentarjih pendapat ulama
b. mencampuradukkan berbagai mazhab (talfiq)
c. pindah mazhab secara total.
 Saya bahas satu persatu (meski cuma sekilas):
a. mentarjih pendapat ulama
Buka saja kitab fiqh yang manapun (asalkan kitab fiqh standard), akan kita temui beragam pendapat ulama dalam satu kasus. Uniknya, jangankan antara satu mazhab dengan mazhab lain, malah kadang-kadang di dalam satu mazhab saja terdapat keragaman pendapat. Contohnya, Imam Abu Yusuf seringkali berbeda dengan Imam Abu Hanifah. Kalau buat kalangan pesantren yang pernah membaca buku karya Qalyubi wa Humairah (atau juga dikenal dengan nama Hasyiyatani atau dikenal juga dengan nama al-Mahalli) akan mendapati bahwa kitab bermazhab Syafi'i itu menampilkan sejumlah pendapat berbeda dalam mazhab syafi'i. Seringkali Imam Nawawi berbeda dengan Imam Ramli, dan lainnya.
Nah, untuk melakukan tarjih pengarang kitab tersebut menggunakan istilah al-azhar, al-ashah, de el el. (lebih jelasnya silahkan buka sendiri kitab al-Mahalli itu).
Mentarjih pendapat ulama itu merupakan pekerjaan yang nggak sembarangan. Kita harus tahu betul pendapat para ulama dan dalil-dalilnya lalu kita teliti masing-masing argument baru kemudian kita tentukan mana pendapat yang paling kuat (tarjih). Ahli tarjih harus memiliki kualifikasi yang mumpuni-lah...:)
 b. mencampuradukkan mazhab (talfiq)
Kalau yang ini, biasanya yang jadi ramai tak berkesudahan adalah soal "plin-plan". Pangkal masalahnya, berbeda dengan tarjih yang didasari argumen yang kuat, maka talfiq ini sama sekali bukan berdasarkan argumentasi yg kuat, tapi berdasarkan "selera" untuk cari yang mudah-mudah. Dan ini dilakukan oleh orang awam. (berbeda dengan point a yang dilakukan oleh ulama ahli tarjih)
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat dalam hal talfiq (pusing nggak tuh soal comot sana-sini pendapat ulama juga menimbulkan perbedaan pendapat para ulama). Ada dua titik ekstrem: pertama, sejumlah ulama tidak memperbolehkan sikap plin-plan itu. Kedua, sejumlah ulama membolehkan bersikap plin-plan meskipun berdasarkan niat untuk mencari yang gampang-gampang saja. Ketiga, ulama yang ditengah-tengah bersikap: harus dilihat dulu dalam kasus apa dan apakah para Imam yang dicomot itu tidak saling membatalkan.
Sebagai contoh: Saya berwudhu dengan menggunakan mazhab syafi'i, namun ketika bersentuhan dengan wanita bukan mahram, saya pindah ke mazhab hanafi. Buat ulama pertama tentu saja ini tidak boleh. Buat ulama kedua tentu saja boleh-boleh saja-lah...:) Buat ulama yang ketiga, kasus seperti soal wudhu tadi itu tidak boleh, karena dia wudhu dengan cara syafi'i, dipandang tidak sah di mata hanafi, dia batal wudhu dengan hanafi, dipandang tidak sah oleh syafi'i. Jadi, akhirnya dia melakukan satu perbuatan yang masing-masing mazhab tidak mensahkannya. Nah, yang boleh menurut ulama ini adalah kalau perbuatan yang satu dengan yang lain tidak ada hubungannya. Misalnya, wudhu dengan cara mazhab syafi'i, nah, ketika mau niat puasa ia pakai mazhab hanafi. Kan tidak ada hubungannya antara wudhu dan puasa? maka yang ini boleh.
Kalau saya sih pilih (menurut selera saya nih) pendapat al-Kammal ibn al-Hammam yang secara tegas membolehkan orang "plin-plan" secara mutlak!.
Alasan saya adalah disamping soal arti sebenarnya dari mazhab itu, juga islam itu memang agama yang mudah kok. Cuma kita harus punya sedikit pengetahuan mengenai keragaman pendapat itu, jangan yang nggak tahu sama sekali, terus hanya ikut kata orang saja, lalu comot sana-sini. Yah minimal dia tahu-lah akan ilmu fiqh.
 c. pindah mazhab secara total.
Kalau yang ini sih, gampang....misalnya anda pindah dari mazhab Syafi'i ke mazhab Hanafi.Artinya, ya tidak kasus per kasus lagi seperti yang point a dan b. Tapi dengan total!
Anda mau tarjih? atau talfiq? atau pindah mazhab secara total? Terserah anda saja lah......:)

PROSES TERPILIHNYA ABU BAKAR

dari: Nadirsyah Hosen

Nabi Muhammad SAW adalam pemimpin keagamaan dan pemimpin politik sekaligus. Ia adalah nabi yang terakhir. Tidak mungkin ada nabi sepeninggal beliau. Artinya, posisi sebagai pemimpin keagamaan (setingkat nabi) tidak mungkin ada yang mneruskan tetapi sebagai pemimpin politik (setingkat kepala negara) dapat saja digantikan dan diteruskan oleh sahabat beliau.
Pertanyaannya : siapa yang menggantikan beliau sebagai pemimpin politik, apa syaratnya dan bagaimana caranya ?
Wafatnya Rasul membuat madinah bising dengan tangisan. Umat pun bertanya-tanya siapa yang akan memimpin mereka. Sebagian sahabat terkemuka rupanya sudah memikirkan hal itu dan berkumpul di "balairung" safiqah di perkampungan Bani Sa'idah. Yang mula-mula berkumpul disana adalah golongan Anshar, yang terbagi pada suku Kharaj dan 'Aus.
Umar rupanya mendengar pertemuan tersebut. Ia mencari Abu Bakar dan menerangkan gawatnya persoalan. Umar berkata,"Saya telah mengetahui kaum Anshar sedang berkumpul di Safiqah, mereka merencanakan untuk mengangkat Sa'ad bin Ubadah untuk menjadi pemimpin (ia dari suku Khazraj). Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan dari kita seorang pemimpin dan dari Quraisy seorang pemimpin ( minna amir wa minkum amir). Ini dapat membawa pada dualisme kepemimpinan yang tak pelak lagi akan menggoyang "bayi" umat Islam.
Setelah mengerti betapa gawatnya pesoalan, Abu Bakar mengikuti Umar ke Safaqah. Di tengah perjalanan keduanya bertemu Abu Ubaidah bin Al Jarrah dan ia diajak ikut serta. Ketika mereka tiba telah hadir terle bih dulu beberapa kaum muhajirin yang tengah terlibat perdebatan sengit dengan kaum Anshar. Umar yang menyaksikan di depan matanay bahwa Muhajirin dan Anshar akan mencabik-cabik ukhuwah Islamiyah...hampir-hampir tak kuasa menahan amarah dirinya. Sat ia hendak berbicara, Abu Bakar menahannya.
Setelah mendengar perdebatan yang terjadi, Abu Bakar mulai berbicara dengan tenang dan ia mengingatkan bahwa bukankah Nabi pernah bersabda : al-aimmah min Quraisy (kepemimpinan itu berada di tangan suku Quraisy ). "Kami pemimpin (umara) dan kalian "menteri/pembantu (Wizara). Telah bersabda Rasul bahwa dahulukan Quraisy dan jangan kalian mendahuluinya."
Abu Bakar tak lupa mengingatkan pada kaum Anshar akan sejarah pertentangan kaum Khazraj dan aus yang bila meletup kembali (dengan masing-masing mengangkat pemimpin) akan membawa mereka semua ke alam jahiliyah lagi. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraisy, Umar dan Abu Ubaidah. Keraifan Abu Bakar dalam berbicara ditengan suasana penuh emosional rupanya mengesankan mereka yang hadir. Umar menyadari hal ini dan ia mengatakan pada mereka yang hadir bahwa bukankah Abu Bakar yang diminta oleh nabi untuk menggantikan beliau sebagai imaam shalat bilamana nabi sakit ?
Umar dan Abu Ubaidah segera membai'at Abu Bakar tapi mereka didahului oleh Basyir bin Sa'ad, seorang tokoh Khazraj, yang membaiat Abu Bakar. Kemudian yang hadir di safiqah, semuanya memberi baiat Abu Bakar.
Keesokan harinya Abu Bakar naik ke mimbar dan semua penduduk Madinah membai'atnya. Abu Bakar resmi menjadi khalifah ar-Rasul. Kemudian ia berpidato, sebuah pidato yang menurut ahli sejarah dianggap sebagai suatu statement politik yang amat maju, dan yang pertama sejenisnya dengan semangat "modern" (patisipatif-egaliter).

Semuanya ? ternyata tidak, dari yang hadir di safiqah, Sa'ad bin Ubaidah tidak membai'at Abu Bakar dan tidak pula ikut shalat jama'ah bersamanya. Diantara penduduk madinah yang tidak hasir di safiqah dan tidak membai'at Abu Bakar adalah Fatimah Az-Zahra. Ali bin Abi Tahlib dan bani Hasyim serta pengikutnya tidak berbai'at selama enam bulan kemudian setelah wafatnya Fatimah Az Zahra.
Ketika diberitahukan kepada Imam Ali r.a. tentang peristiwa yang telah terjadi di safiqah bani Sa'idah segera setelah rasul wafat, ia bertanya :
"Apa yang dikatakan kaum Anshar ?"
"Kami angkat seorang dari kami sebagai pemimpin, dan kalian (kaum muhajirin) mengangkat seorang dari kalian sebagai pemimpin !"
"Mengapa kamu tidak berhujjah atas mereka bahwa Rasulullah SAW telah berpesan agar berbuat baik kepada orang-orang Anshar yang berbuat baik dan memaafkan siapa diantara mereka yang berbuat slaah " tanya Imam Ali lagi.
"Hujjah apa yang terkandung dalam ucapan seperti itu ?"
"Sekiranya mereka berhak atas kepemimpinan umat ini, niscaya Rasulullah SAW tidak perlu berpesan seperti itu tentang mereka."

Kemudian Imam Ali bertanya :
"Lalu apa yang dikatakan orang Quraisy ?"
"Mereka berhujjah bahwa Quraisy adalah 'pohon' Rasulullah SAW."
"Kalau begitu mereka telah berhujjah dengan'pohonnya' dan menelantarkan buahnya!"
End Note :
1: Pemisahan atau tepatnya perbedaan posisi pemimpin keagamaan dengan pemimpin politik, dalam konteks Islam, tidak berarti pemimpin politik tidak concern terhadap persoalan keagamaan (sekaligus harus menjiwai dan menjalankan ajaran agama) dan pemimpin keagamaan tidak peduli dengan masalah politk. Pembedaan ini hanya untuk menunjukkan lapangan kerja yang berbeda. Ini berbeda dengan kalangan lain yang mengatakan,"berikan kaisar haknya dan berikan hak Tuhan pada Tuhan". Alinea diatas harus difahami bahwa Muhammad adalah Nabi dan Kepala negara sekaligus. Suksesi sepeninggalnya hanya pada lapangan kepala negara, tapi tidak berarti pemimpin setelahnya sama sekali tidak memiliki otoritas keagamaan.Walau tidak sebesar otoritas yang dipunya Nabi. Ada pula ulama yang berpendapat bahwa tidak ada keharusan atau kewajiban mempunyai khalifah bagi umat Islam dan Nabi semata-mata seorang Rasul yang tidak memiliki kekuaaan duniawi, nagara ataupunpemerintahan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Ali Abdur Raziq dalam al Islam wa Usul al Hukm, Kairo, 1925. Bantahan terhadap pendapat terakhir ini cukup banyak, salah satunya, Dr Dhiya' ad-Din ar Rais, al Islam wa al khalifah fi al-'Ashr al-hadist (naqd kitab "al Islam wa ushul al hukm") Kairo, Dar at Taurats 1972, bandingkan dengan DR. Ahmad Syalabi, As-Siyasah fi al Fikr al Islami, Kairo, Hahdhah al Misriyah, 1983, h. 35-38.
2: Peristiwa Safiqah yang saya ceritakan kembali ini didasarkan pada Al Thabari, tarikh al-umam wa al-muluk, jilid IV, h. 38-41, Munawir Syadzali, op.cit, h. 21-23, Jalaludin Rahmat,[2], op.cit., h. 84-89
3: Suku Aus dan Khazraj adalah dua suku di madinah yang selalu bermusuhan sebelum datangnya Nabi Muhammad. Akar permusuhan yang telah mendarah daging itu seringkali menimbulkan letupan kecil pada masa nabi, sungguhpun demikian figur seorang Muhammad berhasil"meredamkan" mereka. Hanya saja, siapa yang dapat menjamin mereka tidak akan membuka luka lama lagi sepeninggal Muhammad SAW.

4: Lihat Al-Mawardi, al-ahkam as-sultaniyah, Mesir, Musthofa al-Babi al-Halabi wa awladuh, 1966, h. 6; Ibn Khaldun, Muqaddimah, Beirut, dar al-fikr,t.t, h, 194. Berbeda dengan Mawardi dan pemikir muslim masa klasik dan pertengahan, Ibn Khaldun tidak memahami teks Al aimmah min Quraisy secara lahiriah belaka. Sesuai dengan teori Ashabiyah nya. Ia memahami bahwa yang ditekankan adalah sifat dan kemampuan suku Quraisy yang pada masa itu di atas suku lain. suku Quraisy merupakan suku Arab paling terkemuka dengan solideritas yang kaut dan dominan serta berwibawa. Jadi teks itu haruslah dibaca : Kepemimpinan itu berada pada mereka yang memiliki ciri-ciri suku Quraisy--dan tidak musti harus selalu orang Quraisy. Persoalannya, apakah penjelasan Ibn Khaldun ini sama dengan yang dipikirkan mereka yang hadir di Safiqah, lebih khusus lagi dengan Abu Bakar yang menyitir teks itu ?
5: Bai'at sesungguhnya dipergunakan sejak masa nabi. Nabi sringkali melakukannya seperti tercatat dalam sejarah Islam, yakni berlangsungnya bai'at ar ridwan dan bai'at al-'aqabah. Imam Nasa'i dalam sunannya mengelompokkan bai'at kedalam sepuluh macam (lihat An-Nasa'i, Sunan an-nasa'i bi Syarh as-suyuti, Beirut, Dar al-jil,1989,juz VI. h. 683-684). Intinya, bai'at itu berisi janji untuk setia dan patuh kepada nabi serta akan mengamalkan dan membela ajaran Islam. Rupanya, penggunaan istilah bai'at ini diteruskan pada masa sepeninggal Nabi tetapi telah terjadi pergeseran makna. Pada masa kekhalifahan, bai'at menjadi ikrar politik, yang tanpanya tak akan sempurna (atau tak diakui) seorang khalifah. Lebih lanjut tentang bai'at lihat Al Mahamy Ahmad Husin Ya'kub, An-nizam As-Siyasi fi Al-Islam, Qoum, Anshariyan, 1312 H, h. 69-75; Fathi Osman, "Bay'ah al Imam : Kesepakatan pengangkatan Kepala negara Islam", dalam Mumtaz Ahmad (ed), masalah-masalah teori politik Islam, Bandung, Mizan, 1993, h. 75-116.
6: Analisa terhadap istilah khalifah berikut pergeseran maknanya secara menarik diberikan oleh W. Montgomery Watt, Islamic political Thought, terj. Helmy Ali dan Muntaha Azhari, Jakarta, P3M,1988, h. 50-54; bandingkan dengan Bernard Lewis, The Political Languange in Islam, terj. Ihsan Ali Fauzi, Jakarta, Gramedia, h. 61-71.
7: Lihat DR. Nurcholis Madjid, " Agama dan Negara dalam Islam : Telaah atas fiqh Siyasy Sunni " dalam Budhy Munawar Rachman, op. cit, h. 592.
8: Umar berpidato,"... berdirilah kalian dan berbai'atlah kalian(pada Abu bakar) sungguh saya telah berbai'at kepadanya dan Anshar pun demikian" kemudian Ustman berdiri dan bersamanya berdiri Bani Umayah, maka berbai'atlah mereka, Sa'ad bin Abi Waqash dan Abdurrahman bin 'Auf berserta sukunya berdiri dan berbai'at pula. Adapun Bani Hasyim berbai'atnya mereka dengan tekanan(paksaan) seperti diceritakan oleh Al Mahamy Ahmad Husin Ya'kub, op. cit, h. 155-156.
9: Seperti diriwayatkan dalam Najhul Balaghah Syarh Muhammad Abduh, terj. Muhammad Al Baqir, Bandung, Mizan,1990, h. 63-64. Maksud imam Ali, jika Quraisy pohon Rasulullah maka Ali adalah buahnya. Ini bisa dimengerti mengingat dalam suku Quraisy, Bani Hsyim dan Bani Umayyah adalaah dua klan terhormat. Dan Ali merupakan pemuda Bani Hasyim yang terhormat, mengingat Hamzah telah wafat dan Abbas baru masuk Islam, disamping itu Abu Sufyan dari bani Umayyah juga beru masuk Islam. Jadi dari silsilah itu seharusnya, jika al-aimmah min Quraisy difahami secara lahiriah maka hanya Imam Ali lah yang berhak menduduki jabatan khalifah. Tapi ada juga yang menolak argumen ini. M. A. Shaban melihat Ali yang masih sekitar tiga puluh tahunan tidak mungkin diterima umat, jadi jika logika diatas diteruskan maka sebenarnya Abu Sufyan yang harus jadi khalifah. Untuk menghindari ini maka diambilah Abu Bakar sebagai jalan tengah--orang Quraisy tapi bukan Bani Hsyim atau Bani Umayyah (lihat M.A. Shaban, Sejarah islam Penafsiran Baru, Jakarta, rajawali Press, 1993, h. 24-25). Persoalannya, apakah "rasionalisasi " yang dikemukakan Shaban memang hinggap di kepala mereka yang hadir di Safiqah ? saya cenderung meragukannya, karena dalam situasi mendadak, emosional dan genting sukar sekali membayangkan peserta Safiqah berfikir seperti Shaban.!

Biaya Bikin Passport

Bagi yang butuh informasi biaya bikin passport diwilayah Bandung per tanggal 29 Desember 2010
UMUM :
  • 7 s/d 10 hari kerja        Rp.   490,000,-
  • 5 hari kerja                   Rp.   850,000,-
  • 1 s/d 2 hari kerja           Rp.1,200,000,-
ANAK 0-2 TAHUN :            Rp. 2,000,000,-

ANAK 2-17 TAHUN :         Rp. 1,200,000,-

BABY SITTER/ PEMBANTU :
  • 7 s/d 10 hari kerja        Rp.   850,000,-
  • 5 hari kerja                   Rp. 1,000,000,-
  • 1 s/d 2 hari kerja           Rp.1,200,000,-
Syarat Pembuatan Passport RI
  1. Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  2. Kartu Keluarga
  3. Akte Kelahiran
  4. Ijazah Terakhir
  5. Surat Nikah
Syarat Anak Dibawah Umur
  1. Kartu Tanda Penduduk/ Identitas Lain
  2. Kartu Keluarga
  3. Akte Kelahiran
  4. Surat Nikah Orang Tua
Persyaratan Ketentuan
  1. WNI
  2. Surat Ganti Nama
Mudah-mudahan informasinya membantu

Kamus Tasawuf

Diambil dari buku "KAMUS TASAWUF" Dr. M. Solihin, M.Ag. & Drs. Rosihon Anwar, M.Ag.

ABD AL-HADI : adalah putra Muhammad Aidrus Qa'im ad-Din. Ia lahir sebelum ayahnya diangkat menjadi Sultan Buton (1824-1851). Corak pemahaman dan pengamalan tasawufnya dapat dibaca dalam tulisan-tulisannya. Abd Hadi mempunyai pemikiran tentang pentingnya syari'at dalam bertasawuf. Jadi untuk sampai pada rahasia alam gaib, yang dapat dicapai melalui tarekat, kita harus berangkat dari syari'at. Dengan demikian, tanpa menjalani syari'at seseorang tidak dapat sampai pada tujuan bertasawuf.


ABD AL-RA'UF AL-SINKILI : Al-Sinkili adalah seorang ulama dan mufti besar Kerajaan Aceh pada abad ke-17. Nama lengkapnya adalah Syekh Abd al-Ra'uf bin Ali al-Fansuri. Ia sempat menerima ba'iat Tarekat Syathiriah disamping ilmu-ilmu sufi yang lain.
Menurut Hasyimi, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, al-Sinkili berasal dari Persia yang datang ke Samudra Pasai pada akhir abad ke-13 dan kemudian menetap di Fansur, Barus sebuah kota pelabuhan tua di pantai barat Sumatra.
Berkenaan dengan perjalanan rohaninya, al-Sinkili telah boleh memakai "khirqah" yaitu sebvagai pertanda telah lulus dalam pengujian secara suluk. Ia telah diberi selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai pertanda pula bahwa ia telah dilantik sebagai Khalifah Mursyid dalam Tarekat Syathariyah. Yang berarti pula ia boleh membai'at orang lain. Telah diakui bahwa ia mempunyai silsilah yang bersambung dari gurunya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.
Tarekat Syathariyah sendiri mengalami pengembangan mulai dari Sumatera Barat menyusur Sumatera Selatan dan berkembang pula hingga ke Cirebon Jawa Barat.
Sebelum al-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh telah berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf wujudiyyah yang kemudian dikenal dengan nama Wahdat al-Wujud. Al-Sinkili berusaha merekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Ajaran tasawufnya menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah. Sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah wujud hakiki.
Dzikir, dalam pandangan al-Sinkili merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Dengannya hati selalu mengingat Allah, tujuan dzikir adalah mencapai fana' (tidak ada wujud selain wujud Allah), berarti wujud yang berdzikir bersatu dengan wujud-Nya, sehingga yang mengucapkan dzikir adalah Dia.
Ajaran tasawuf al-Sinkili yang lain bertalian dengan martabat perwujudan Tuhan. Menurutnya ada tiga martabat perwujudan Tuhan. Pertama, martabat ahadiyyah atau la ta'ayyun, yang mana alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta'ayyun awwal, yang mana sudah tercipta haqiqah Muhammadiyyah yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta'ayyuntsani, yang disebut juga dengan 'ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta. Menurutnya, ucapan "Aku Engkau, Kami Engkau, dan Engkau Ia" hanya benar pada tingkat wahdah atau ta'ayyun awwal karena unsur Tuhan dan unsur manusia pada tingkat itu belum dapat dibedakan. Tapi pada tingkatan wahidiyyah atau ta'ayyun tsani, alam sudah memiliki sifatnya sendiri, tetapi Tuhan adalah cermin bagi insan kamil dan sebaliknya. Bagi al-Sinkili, jalan untuk mengesankan Tuhan adalah dengan dzikir la ilaha illa'llah sampai tercipta fana'

Tasawuf DAN Pengetahuan

Saya akan mencoba mendefinisikan tasawuf menurut apa yang saya dengar, saya baca,,,,(mohon koreksinya apabila ada kesalahan)
Tasawuf adalah cabang pengetahuan yang paling sulit ditulis, paling sulit diajarkan, dan paling sulit dipelajari dan dipahami. Tasawuf adalah sejenis pengetahuan yang memiliki objek, metologi, dan kriteria yang berbeda dengan sains dan filsafat. Pengetahuan tasawuf diperoleh pada dasarnya melalui pengalaman dan pengalaman itu adalah pengalaman batin. 
Pengetahuan tentang tasawuf adalah knowledge by experience, seperti merasakan betapa nikmatnya menangis dalam beribadah, nikmatnya dapat menolong seseorang. 
Protected by Copyscape Web Plagiarism Finder
GetRank -  Webmaster and Seo Tools